
Pemerintahan yang baru mengedepankan 17 program prioritas dan 8 program hasil terbaik Dimana TB menjadi adi bagian dari 8 program tersebut. Sementara respon HIV menjadi bagian dari salah satu program kerja memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas. HIV menjadi bagian dari GERMAS, yakni memperkuat program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat untuk mencegah penyakit, baik penyakit menular (seperti TBC, HIV) dan penyakit tidak menular (anatar lain jantung, stroke).
Situasi epidemiologis HIV di Indonesia masih jauh dari target, dimana masih ada kesenjangan antara target global 95 95 95 dengan pencapaian Indonesia, dimana di tahun 2022 pencapaiannya adalah 79% orang yang hidup dengan HIV mengetahui status HIV mereka, hanya 33% orang dengan HIV yang memakai ART, dan 6% orang yang hidup dengan HIV mengalami viral suppression. Pada tahun 2022 juga, di Indonesia diperkirakan sebanyak 538.565 orang hidup dengan HIV, dengan prevalensi 0,34% pada semua kelompok umur dengan infeksi baru sebanyak 25.740 dan kematian sebesar 26.5012.
Baca Juga : Ketidakadilan dalam kebijakan global kesehatan masyarakat
Kajian bersama Program Pencegahan dan Pengendalian HIV dan IMS di Indonesia dengan melibatkan para pengkaji nasional, para pakar internasional dan sebuah panel ahli nasional serta perwakilan komunitas menunjukkan Indonesia telah telah memiliki kerangka kebijakan yang kuat dan diamati terjadi banyak kemajuan sejak kajian eksternal pada tahun 2020, namu ditemukan ruang perbaikan dalam hal koordinasi dan komitmen multisektoral yang menyebabkan beragam interpretasi kebijakan di tingkat daerah dan kurangnya koordinasi serta pemrograman strategis secara keseluruhan, terutama dalam pencegahan HIV dan penghapusan stigma dan diskriminasi.
Dengan pemerintahan yang baru maka ini adalah kesempatan untuk menempatkan kembali penanggulangan HIV AIDS sebagai salah satu persoalan yang membutuhkan perhatian khusus dari para pimpinan di tingkat nasional. Oleh sebab itu dibutuhkan mempersiapkan position paper/brief yang menyampaikan secara efektif pentingnya pengendalian HIV AIDS di Indonesia, serta persoalan yang perlu diprioritaskan secara komprehensif dan multisektoral Rapat Koordinasi Advokasi, Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Program PPIA, Penanggulangan HIV, AIDS, dan IMS adalah untuk menjawab pertanyaan di atas dan diadakan di Jakarta pada 9 Oktober 2024. Pertemuan ini merupakan kerjasama antara Kemenko PMK dan YKIS, dengan dukungan penuh AIDS Healthcare Foundation. Rapat koordinasi ini merupakan langkah dari Kemenko PMK untuk tetap menjadikan isu HIV masih sebagai isu yang harus mendapat perhatian.

Rapat koordinasi kali ini mengundang dari beberapa komponen multisektor, seperti Kementerian Sosial, Kemen PPPA, BKKBN, Dinkes Provinsi, IPPI, IAC, dan beberapa lembaga lainnya. Rakor dibuka pukul 09.10, oleh Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit, dr. Nancy Dian Anggraeni, M.Epid yang sekaligus menjadi moderator pada diskusi panel dengan topik “Peran Kementerian/Lembaga dalam Pelaksanaan Kebijakan Program PPIA, Penanggulangan HIV, AIDS dan IMS, tantangan dan peluang pencapaian target 95-95-95 dalam mengakhiri epidemi AIDS Tahun 2030. Selanjutnya adalah paparan yang di sampaikan kemeneterian/lembaga terkait program pencegahan HIV yang telah dilaksanakan, capaian serta tantangan/hambatan dari setiap pelaksanaan oleh Kemenkes – Tim Kerja HIV AIDS (dr. Nurhalina Afriana, M. Epid), KemenPPPA – Asdep Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan & Pendidikan (Dr. Amurwani Dwi Lestariningsih, S. Sos., M.Hum), BKKBN – Direktur Kespro (Marianus Mau Kuru, SE, MPH), dan Kemensos – Pekerja Sosial Ahli Madya (Anie Sulistianingsih).
Beberapa rekomendasi awal yang diperoleh dalam rapat koordinasi ini anatara lain memperkuat jejaring akses pengobatan antara fasyankes dengan sentra-sentra penanganan ODHIV kemensos, Dinas kesehatan, Dinas sosial, melakukan komunikasi dan koordinasi agar tenaga pendamping yang berada di bawah naungan dinas sosial dapat ditugaskan sebagai tenaga pendamping orang dengan HIV AIDS, Sosialisasi kepada Puskesmas bahwa ODHIV bisa didaftarkan ke dalam DTKS melalui Pusdatin Kemensos (sesuai kriteria DTKS), Sosialisasi mekanisme penggunaan dan rujukan BPJS Kesehatan dalam pengobatan dan diagnostik HIV (pembahasan lanjutan dengan BPJS Kesehatan), dan lain sebagainya.