Memberdayakan anak perempuan sejak usia dini merupakan strategi penting untuk melawan stereotip gender serta membentuk generasi perempuan yang percaya diri, mandiri, dan mampu berkontribusi aktif di berbagai sektor kehidupan. Pendekatan ini menjadi investasi jangka panjang bagi masa depan, karena membantu mengurangi kesenjangan gender, mencegah kekerasan dan diskriminasi berbasis gender, serta mempersiapkan anak perempuan menjadi agen perubahan. Salah satu upaya konkret untuk mendorong pemberdayaan tersebut adalah dengan menyediakan ruang bagi anak perempuan untuk mengekspresikan diri dan menyampaikan aspirasi mereka melalui pertunjukan seni di ruang publik. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan rasa percaya diri dan keberanian anak perempuan sejak usia muda.
Peringatan Hari Anak Perempuan Internasional (International Day of the Girl Child / IDGC) merupakan perayaan tahunan yang bertujuan menggaungkan isu-isu yang dihadapi anak perempuan sebagai dasar untuk meningkatkan kesadaran akan hak, kesetaraan gender, kesehatan mental dan reproduksi, pencegahan kekerasan, serta penguatan peran anak perempuan dan perempuan dalam keluarga maupun masyarakat.
Girls Act, AIDS Healthcare Foundation (AHF), dan Yayasan Kerti Praja menyelenggarakan peringatan IDGC pada 11 Oktober 2025, pukul 17.00–19.00 WITA, di 21 Mall Denpasar, Bali. Acara ini mengusung tema “The Girl I Am, The Change I Lead: Girls on the Frontlines of Crisis.”
Sebanyak 100 siswa undangan, perwakilan Pemerintah Kota Denpasar, pemangku kepentingan, perwakilan Kementerian Sosial, serta masyarakat umum hadir dan menikmati perayaan tersebut.
Girls Act Indonesia, platform kelompok remaja binaan AHF dan Yayasan Kerti Praja, menjadi penyelenggara utama kegiatan ini. Tari penyambutan Sekar Jempiring membuka acara, dilanjutkan dengan pertunjukan musik, nyanyian, tarian modern, serta teater berjudul “Suara yang Tak Terdengar.”
Dalam pidato pembukaannya, Wali Kota Denpasar menyampaikan, “Peringatan Hari Anak Perempuan Internasional ini menjadi pengingat sekaligus penyemangat bagi kita semua untuk membangun Kota Denpasar yang lebih adil, inklusif, dan ramah terhadap anak—khususnya anak perempuan.”
Tiga acara puncak disajikan untuk menumbuhkan semangat dan antusiasme anak perempuan dalam perayaan ini. Acara diawali dengan peluncuran buku Girls Act berjudul “Cahaya dari Timur: Dunia di Mata Perempuan Muda Bali,” sebuah buku dwibahasa yang ditulis oleh sepuluh anggota Girls Act. Selanjutnya, ditampilkan hiburan tari Genjek, yakni tarian dan nyanyian khas Bali yang mengandalkan kekompakan vokal bersahutan mirip bunyi “cak-cak” atau menyerupai suara gamelan. Tarian ini dilakukan oleh anak perempuan dan laki-laki secara bersama-sama dalam posisi duduk melingkar sebagai ekspresi kegembiraan, persahabatan, dan sukacita.
Acara ditutup dengan pertunjukan flashmob oleh anggota Girls Act yang melambangkan semangat dan sikap positif dalam menghadapi masa depan.
Salah satu peserta, Ni Luh Nadia Pratiwi, menyampaikan, “Hari ini saya merasa bangga bisa menjadi bagian dari peringatan Hari Anak Perempuan Internasional. Dari kegiatan ini, saya belajar bahwa setiap anak perempuan memiliki kekuatan dan peran penting untuk membawa perubahan, bahkan di saat sulit. Pesan saya, mari kita terus percaya diri, berani bermimpi, dan saling mendukung karena ‘The Girl I Am Is the Change I Lead.’”